IntiPesan.com

Bagaimana Para Pemimpin SDM Dapat Mencapai Keseimbangan Kerja Hybrid Secara Tepat?

Bagaimana Para Pemimpin SDM Dapat Mencapai Keseimbangan Kerja Hybrid Secara Tepat?

Bagi banyak karyawan, meluasnya pandemi Covid telah banyak merubah kebiasaan mereka dalam bekerja. Salah satu yang terpenting adalah adopsi sistem kerja fleksible, dimana mereka bisa bekerja dari mana saja. Bahkan dari rumah sekalipun. ini kemudian menimbulkan tren baru yang sering disebut denganWork From Home atau WFH.

WFH rumah di awal tahun 2020 bagi sebagian besar karyawan telah menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka. Dimana untuk bekerja mereka tidak perlu repot terjebak macet ataupun merasakan seibu satu masalah lain yang harus diatasinya sebelum berangkat bekerja.

Hal ini membuat alternatif solusi digital untuk pekerjaan menjadi salah satu solusi terbaik, dan pada akhirnya menimbulkan booming berbagai aplikasi pemantau produktivitas kerja karyawan.

Tren yang terjadi ini kemudian semakin membuka mata banyak pihak tentang bagaimana nantinya pekerjaan mereka di masa depan, bagaimana cara menghadapinya hingga kepada semakin banyaknya masalah baru yang timbul ketika karyawan harus bekerja dari rumah untuk selamanya. Hal inilah yang kemudian dihadapi oleh banyak pemimpin HRD di seluruh dunia.

Dengan semakin meredanya pandemi sebagian perusahaan menginginkan karyawan kembali ke kantor dan ini tentunya berkat tingkat vaksinasi yang meningkat. Kini semakin sedikit alasan bagi karyawan untuk bekerja dari rumah setiap hari dalam seminggu. Namun, bukan berarti mereka harus – atau ingin – berada di kantor setiap hari.

Menurut John Maley, Kepala Sumber Daya Manusia, The Access Group APAC, memberikan alasan yang tepat kepada karyawan untuk kembali ke kantor merupakan salah satu kuncinya. Ini tentunya juga harus dibarengi dengan peningkatan produktivitas.

“Karena jika mereka hanya datang ke kantor untuk duduk di meja dan mengirim email, mengapa tidak tetap bekerja dari rumah saja ?” jelasnya.

Dirinya menambahkan merencanakan pekerjaan yang akan dilakukan pada saat tim berkumpul membutuhkan lebih banyak pertimbangan dan pemikiran oleh para pemimpin orang untuk dihargai dengan peluang untuk kolaboratif dan hasil yang lebih baik menjadi fokus utama dari waktu yang dihabiskan bersama. Oleh karena itu time management menjadi hal yang sangat penting bagi mereka.

Dalam sebuah laporan penelitian Autonomy to the People yang dilakukan oleh The Access Group tahun ini mengungkapkan bahwa 54% responden ingin mempunyai pengendalian penuh atas keputusan kapan dan di mana mereka melakukan pekerjaan mereka” sementara 51% ingin memiliki kendali atas sumber daya yang mereka miliki.

Maley menambahkan fondasi bisnis adalah budaya tenaga kerjanya. Dimana budaya merupakan sebuah entitas hidup dan tidak dapat didefinisikan oleh suatu organisasi, atau lingkungan di mana ia berada. Hal ini didorong oleh individu-individu yang membentuk kolektif – nilai-nilai mereka, cara mereka bekerja dan keterlibatan mereka – dan oleh karena itu mengalir.

“Pada kurun waktu satu setengah tahun terakhir adalah bukti bahwa sudah saatnya pekekrjaan kantor telah melampaui lingkungan fisik. Ide budaya harus bergeser dan berubah ketika interaksi fisik tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan,”ungkapnya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap orang untuk terus tetap beradaptasi secara cepat pada saat situasi dan kondisi bertransisi lagi ke cara kerja hibrida dan terus melihat dan memanfaatkan kolaborasi fisik – baik di kantor atau lainnya – sebagai salah satu alat yang kami miliki. Jika tujuan individu dan tim jelas dan akses ke informasi lancar, maka budaya juga harus bisa melakukannya.

Maley percaya karyawan perlu melihat “hasil yang menguntungkan” untuk kembali ke lingkungan kantor karena waktu keluarga dan waktu “saya” menjadi semakin penting bagi karyawan.

“Pemimpin orang perlu menginvestasikan waktu tidak hanya untuk memahami apa yang memotivasi individu untuk bekerja secara kolaboratif, tetapi juga memastikan waktu bersama direncanakan dengan matang dan terstruktur dan masukan berkelanjutan diminta dari tim,” katanya.

James Comer, Kepala SDM di Cisco ANZ , percaya bahwa konsep untuk mengembalikan karyawan guna bekerja di kantor tidak boleh terlalu banyak diamanatkan. Dia menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan perlu tetap ada dan kepercayaan pada individu untuk mengetahui kapan dan di mana harus bekerja.

“Orang-orang harus dipercaya untuk memilih jadwal individu mereka sendiri dan mengintegrasikan pekerjaan dan kehidupan mereka secara efektif,” kata Comer. “Kami tahu dari penelitian kami bahwa sembilan dari 10 karyawan berharap untuk membuat keputusan harian tentang kapan, di mana, dan bagaimana mereka bekerja. Kita juga tahu bahwa enam dari 10 akan meninggalkan majikan mereka jika fleksibilitas itu tidak diberikan kepada mereka. Di Cisco, kami berupaya agar kantor kami dibuka kembali, tetapi terserah orang-orang kami untuk memutuskan kapan mereka bekerja dari kantor, atau di rumah, atau di mana saja,”jelasnya.

Memperlakukan karyawan dengan kedewasaan dan memberi mereka tanggung jawab untuk membuat keputusan setiap hari dan/atau mingguan berkaitan dengan lingkungan kerja mereka akan menumbuhkan kepercayaan dan kepastian dalam organisasi.

Membiarkan kemandirian individu di seluruh perusahaan hanyalah perpanjangan dari apa yang telah terjadi secara praktis sejak awal 2020.

“Sangat penting bagi pemberi kerja untuk membekali tenaga kerja mereka dengan proses, pola pikir budaya, dan teknologi yang tepat untuk memungkinkan koneksi terjadi, di mana pun orang memilih untuk berada,” kata Comer emngakhiri.

Sumber/foto : hcamag.com/humanresourcesonline.net/