Bagaimana Menjadikan Proses Belajar Sebagai Bagian dari Budaya Perusahaan
Pembelajaran dan pengembangan telah menjadi urat nadi organisasi, terutama karena transformasi digital terus berkembang. Selain itu selama pandemi banyak perusahaan meminta karyawan untuk mempelajari keterampilan baru, beradaptasi, dan tumbuh dengan cara yang seefisien mungkin.
Sumber Daya Manusia telah mengambil alih untuk membantu setiap orang menavigasi sistem dan proses baru dan pembelajaran terkait apa pun. Organisasi yang berkembang dengan gesit telah menjadikan L&D sebagai prioritas utama jauh sebelum kedatangan COVID-19. Bagi perusahaan-perusahaan itu, pembelajaran dan pengembangan sudah berarti lebih dari sekadar daftar keterampilan keras untuk diberikan kepada karyawan baru. Sebaliknya, belajar adalah bagian dari budaya mereka. Itu ada dalam DNA mereka.
Dr. Bonnie Cheuk, Senior Business and Digital Transformation Leader di AstraZeneca (AZ), berbagi pemikirannya dengan HR Exchange Network tentang bagaimana cara memberikan sarana kepada karyawan dalam memahami dan memotivasi diri mereka sendiri untuk menjadi individu yang selalu belajar untuk berubah seiring dengan kemajuan jaman.
Selama lebih dari 15 tahun, Cheuk telah bekerja untuk perusahaan multinasional di Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan bagian Eropa lainnya.
Dia bergabung dengan AstraZeneca sebagai direktur senior yang bertugas membantu menata ulang proses pengembangan obat dengan fokus pada pengenalan pengetahuan dan teknologi kolaborasi. Penulis “Strategi Sosial dalam Tindakan: Mengemudi Transformasi Bisnis” (Ark Group, 2013), Cheuk mengatakan bahwa kita tidak dapat memaksa orang untuk mendapatkan pendidikan atau bahkan menyuruh mereka untuk belajar sesuatu. Sebaliknya, setiap orang harus membantu mereka menjadikan proses belajar sebagai bagian dari pekerjaan mereka dan sifat kedua dalam kebiasaan mereka, tambahnya.
Untuk itu Cheuk menyarankan para pemimpin membimbing karyawan untuk mengambil tindakan dan merangkul praktik pembelajaran seumur hidup.
Menurutnya pada saat ini dunia telah berubah dengan cepat. Teknologi digital telah memicu model bisnis baru, cara baru untuk melayani kebutuhan pelanggan. Bagaimana setiap karyawan dapat menanggapi perubahan ini?
Pekerja pengetahuan perlu belajar menjadi penjelajah dan navigator. Cara kita belajar di dunia yang kompleks dan tidak dapat diprediksi berbeda dengan cara setiap orang dalam mempelajari segala sesuatu yang baru di dunia yang stabil dan pasti, itulah sebabnya mengapa belajar secara terus menerus itu penting. Karena ini memungkinkan setiap orang untuk beradaptasi, menyesuaikan, dan berkembang di dunia yang terus berubah.
“Caranya adalah dengan mengajak rekan-rekan kami untuk menata kembali definisi belajar mereka dengan berfokus pada tiga Es, yaitu education, exposure, dan experience. Kami fokus pada program pelatihan formal, tetapi juga menghubungkan orang satu sama lain dan belajar bersama. Tujuan kami adalah memberi mereka pengalaman, sehingga mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di tempat kerja secara real time,” jelasnya.
Cheung menambahkan bahwa mendefinisikan kemampuan belajar sebagai ketrampilan yang sangat penting dalam AstraZeneca. Definisi terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah kemampuan dan kemauan untuk belajar, dan yang kedua adalah kemauan untuk menerapkan apa yang baru saja dipelajari dalam konteks yang asing. Budaya belajar sepanjang hayat adalah tentang belajar dalam alur menyelesaikan pekerjaan kita.
“Jadi, pada intinya saya memperkenalkan organisasi saya pada lima kebiasaan kerja, daripada kebiasaan belajar. Ini adalah kebiasaan yang harus diterapkan oleh semua orang untuk dapat memahami setiap pekerjaan baru yang muncul sehari-hari. Seperti pada saat kita berkolaborasi, bercakap-cakap, dan bekerja sama,” tambahnya.
Lima kebiasaan kerja tersebut adalah:
• Belajar dan bekerja sebagai jaringan
• Refleksi diri/tim
• Inovasi dan mindset berkembang
• Keamanan psikologis
• Pertemuan dan kolaborasi yang inklusif
Ketika seseorang menerapkan kebiasaan ini saat melakukan pekerjaan, maka kita secara alami belajar, melupakan, dan menemukan kembali diri sendiri. Kami juga mempromosikan tiga perilaku AstraZeneca yang mengarah pada pembelajaran dan penghentian pembelajaran, yakni :
• Selalu ingin tahu.
• Selalu siap berkolaborasi.
• Berani menghadapi tantangan.
Namun demikian dalam pelaksanaannya selalu saja ada tantangan, sama halnya seperti sebagian besar dari pekerja harus bekerja secara terpisah akibat adanya pembatasan fisik karena pandemi.
Menurutnya tantangan ketika melakukan pertemuan secara fisik tidak mungkin untuk dilakukan. Maka kita perlu memperhatikan kebutuhan dan perasaan rekan kerja, mengajukan pertanyaan lebih dalam, mengajak orang untuk terbuka tentang pandangan mereka, dan menciptakan rasa memiliki dan tempat, meskipun secara fisik tidak berada di lokasi yang sama.
Ini membutuhkan kelima kebiasaan kerja dan dengan sengaja mempraktikkannya di ruang online . Misalnya, dalam rapat online, jeda dan berikan waktu kepada semua orang untuk berefleksi dan menuliskan ide mereka di chat. Buatlah urutan dalam pertemuan untuk mengatakan, ‘Saya ingin mendengar keberatan Anda.’ Ini untuk membantu orang merasa lebih nyaman sehingga mereka tidak merasa sebagai ‘penantang.’
“Buatlah pemikiran atau tantangan yang tidak jelas terlihat secara online, sehingga orang lain tahu dan dapat terhubung atau berkolaborasi dengan kita. Jika orang tidak tahu apa yang kita pikirkan di dunia terdistribusi, mereka tidak dapat menawarkan saran. Tetapi seseorang perlu mengambil langkah pertama untuk menjadi berani, untuk bekerja keras”tambahnya.
Cheung juga menyebutkan bahwa kesalahan terbesar dalam menerapkan buaday belajar di perusahaan memberikan pemahaman bahwa setiap pekerja harus menjadi individu pembelajar (learning indiividu)
“Kita tidak dapat melatih orang untuk belajar, karena kita membutuhkan mereka untuk memotivasi diri sendiri. Belajar adalah pribadi. Itu harus dimulai dengan impian, hasrat, dan tujuan seseorang agar menjadi bermakna bagi mereka,”jelasnya.
Jangan fokus pada ‘belajar’ sebagai tujuan. Belajar adalah input untuk melakukan pekerjaan, dan output dari pekerjaan adalah pembelajaran yang dapat diterapkan pada konteks selanjutnya. Belajar terjadi saat kita melakukan pekerjaan.
“Fokuslah pada pekerjaan dan kinerja. Karena belajar adalah sarana untuk menyelesaikan pekerjaan dan memenuhi impian atau hasrat seseorang. Pembelajaran sepanjang hayat harus didorong oleh diri sendiri, diarahkan sendiri. Tidak ada yang akan memberikan kepada kita semua kurikulum setiap hari dalam hidup. Kita sendirilah yang perlu mengambil kendali. Untuk itu motivasi diri adalah kuncinya,” tutupnya.
Sumber/foto : hrexchangenetwork.com/gethownow.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS