Menerapkan Perencanaan Tenaga Kerja dengan Analitik Prediktif : Move On dari Metode Analisa Beban Kerja Klasik
Heru Wiryant0
Senior Technical Advisor at BDO, People-Data Scientist
“Banyak sistem Perencanaan Tenaga Kerja mengabaikan dampak pekerja yang memiliki keterampilan beragam (multi skills) terhadap estimasi jumlah orang dibutuhkan yang pada akhirnya pengguna harus melebih-lebihkan secara manual dan melalukan “interpretasi ulang” atas hasilnya”.
Kemarin saya ditantang oleh klien saya untuk melakukan optimalisasi sumber daya manusia, mereka tidak puas dengan studi yang sudah dilakukan dengan metode yang lama dan dianggapnya sudah using yakni Work Load Analysis yang klasik. Yang melakukannya dengan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengerjakan sesuatu yang nantinyaa dibagi dengan waktu yang dimiliki seseorang dan dilihat bebannya berlebih atau kurang, dari situ juga ditentukan berapa jumlah orang idealnya. Keluhannya data yang diberikan pemberi data tidak valid cenderung dilebih lebihkan…. Waduh agak lebay ya. Serta banyak asumsi asumsi yang sangat menimbulkan perdebatan dikemudian hari.
Apa yang terlintas di pikiran saya, hmmmm di jaman modern kaya begini dengan kemajuan era data science dan kecerdasan buatan tetapi teknologi yang dipake masih jaman kuno ketika era manufacturing pertama kali booming. Hmmmm menarik bukan. Lucunya banyak yang masih menggunakan metode ini untuk bisnis digital…. Jadi ibarat teknologi dinosaurus digunakan untuk memecahkan masalah komputasi saat ini… bisa jadi konten stand up komedi.
Salah satu tantangan utama dalam praktik Workforce Management yang modern adalah pemahaman dampak karyawan beragamnya -keterampilan yang dimiliki karyawan sesuai yang diperlukan saat ini oleh organisasi.” Saat ini digunakan Full Time Employee Equivalent (FTE) atau yang disebut mewakili setara denganjumlah pekerja penuh waktu yang dibutuhkan untuk dapat bekerja secara produktif untuk memenuhi tujuan pekerjaan itu sendiri apakah jasa layanan atau produk. Sayangnya metode ini memiliki dua asumsi signifikan yang tidak valid dalam dunia kerja dan era digital yang sedang marak sekarang ini. Secara khusus, metodeini mengasumsikan bahwa semua karyawan berbagi tugas keterampilan yang homogen dan item pekerjaan itu mengantre ke profil keterampilan yang bersifat tunggal bukan jamak. Apa efeknya dari asumsi ini adalah untuk melebih-lebihkan waktu sebagai basis data yang diperlukan. Metode ini disempurnakan dengan menerapkan penyesuaian factor melalui pembobotan dan sejenisnya, tetapi pada akhirnya pengguna akhir harus memberikan bobbot dari faktor penyesuaian yang sifatnya subyektif, karena pada dasarnya estimasi dasar dari faktor penyesuaian tetapi tidak dapat melakukan estimasi secara unik untuk setiap interval atau untuk skenario antrian yang selalu berubah menjadi sulit untuk dilakukan.
Apa jalan keluarnya? Adalah kita harus menambahkan kecerdasan kedalam metode WFM itu sendiri secara langsung. Jadi yang diterapkan sistem yang cerdas yang kedalam metode perhitungannya. Kecerdasan yang secara otomatis bisa mempelajari secara cepat dan tepat mengenai efisiensi yang melekat pada setiap keunikan pada setiap unit kerja. Proses belajar ini terjadi secara unik untuk setiap interval setiap hari untuk setiap aliran kerja. Sistem akan mendapat masukan secara berkesinambungan setiap waktu mengenai volume, waktu kerja dan informasi mengenai karyawan atau pekerja tersebut. Sistem akan menghitung output yang diharapkan dari pelbagai masukan atau input tersebut. Ketika keluaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan keluaran yang diharapkan bahkan tidak seimbang dengan masukan atau inputnya, sistem ini akan secara otomatis mempelajari proses efisiensi yang mendasarinya. Algoritma yang dideployment ini, yang merupakan bentuk dari pembelajaran terawasi (supervised Learning) yang tertanam dengan diskrit simulator WFMnya itu sendiri sehingga secara dinamis sistem WFM ini dapat memperikirakan pengetatan atau penambahan jumlah orang akan terawasai secara adaptif yang angkanya dapat dipercaya dengan meminimalisir interaksi manusia. Sistem ini juga akan senantiasa belajar secara cerdas mengenai pergerakan data dan informasi mengenai efisiensi dari setiap unit, mengenali polanya dan memberikan insight yang perlu tindakan cepat selanjutnya. . Saat data data masukan diperbarui maka sistem akan melakukan perhitungan ulang termasuk memperhitungkan perubahan permintaan yang tidak terduga, mellaui simulasi yang dapat diandalkan metode ini akan melakukan iterasi berkali kali yang akan menghasilkan informasi dan insight yang dapat diandalkan dalam mengembil keputusan. Metode WFM yang cerdas ini akan mudah untuk memahami keuntungan (atau kerugian) dari dampak penerapan karyawan multi-skill yang dimiliki karyawan atau pekerja terhadap efisisnsi dan efektifitasnya. Karena metode WFM yang ada saat ini mengabaikan dampak pekerja yang memiliki keterampilan yang beragam (multi skill), dan sistem ini tidak memerlukan basis data yang harus dilebih-lebihkan secara manual “diinterpretasikan ulang” oleh pengguna akhir, karena informasinya sudah sangat komprehensif dan berbasis data dan evidence.
Mau tidak mau, suka dan tidak suka kita akan berada dalam era kebangkitan kecerdasan buatan dalam kancah pengelolaan bisnis terutama pengelolaan sumber daya manusia Kegunaan dan janji dari penerapan sistem ini, bukanlah sesuatu hal yang baru bagi kita , studi yang selama bertahun-tahun telah dilakukan beberapa organisasi besar terus berinvestasi dalam Artificial Intelligence dan Machine Learning untuk membantu pusat layanan omnichannel, operasi back-office dan lingkungan bisnis yang mendapat manfaat dari “sains” untuk membuat komputer bertindak tanpa secara eksplisit terprogram.” Dengan metode WFM yang terbarukan , mesin membutuhkan tugas-tugas besar untuk mempelajari keunikan dari setiap lingkungan bisnis dan menerapkan kecerdasan yang melebihi kemampuan manusia untuk memprosesnya, yang pada akhirnya membebaskan fokus manusia dari tugas tugas sederhana yang berulang terus menerus sehingga manusia menjadi beralih kepada aktivitas proses berpikir yang membutuhkan sentuhan manusia, yang memanusiakan manusia dan mensejahterakan manusia itu sendiri ke depannya.
Saatnya beralih ke Workforce Management yang cerdas, tidak mudah memang diperluka kemauan yang keras untuk
Learn mempelajri metode yang baru dengan mempelajari data science dan memasukan unsur kecerdasan ke dapam sistem pengelolaan workforce yang selama ini ada, ini bukan hal mudah karena tidak banyak profesional SDM yang suka ngutak ngatik angka dan data serta melakukan analitik.
Unlearn, metode Workload Analysis (analisa Beban Kerja) yang udah using, konsep FTE dan konsep konsep yang tidak relevan lagi dengan konteks bisnis saat ini, perlu diingat metode itu diciptakan sesuai konteksnya…. Apakah konteksnya masih tepat
Relearn, proses ini tentunya dengan menerapkan dan rutinisasi dari metode yang baru akan membuahkan skill dan kompetensi yang baru, yakni melakukan WFM yang cerdas dan berbasis data yang dapat diandalkan oleh pengambil keputusan.
Foto : motionarray.imgix.net
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS