Manajemen Kinerja Berbasis Neurosains (Bagian 2)
Heru Wiryanto
Senior Technical Advisor at BDO, People-Data Scientist, HR Growth Hacker
Salah satu bidang penelitian terpenting dalam Neuroscience yang berkaitan dengan Kepemimpinan adalah kaitan antara ancaman dan sistem penghargaan terhadap otak itu sendiri. Hal ini sangat relevan dengan manajemen kinerja saat ini. Faktanya, beberapa metode klasik manajemen kinerja menerapkan prinsip “carrot dan stick” atau “reward dan punishment” sering tidak mengarah pada perubahan organisasi yang berkelanjutan karena tidak selaras dengan cara kerja otak, aktivasi “stick” atau “punishment” hukuman berbasis rasa takut dapat dengan mudah mengambil alih kesenangan yang memuaskan dari “carrot”.
Untuk organisasi abad ke-21, jenis manajemen kinerja yang berbasis stick and carrot menjauhkan organisasi mereka dari inovasi dan kolaborasi dan hanya dapat menghasilkan peningkatan kinerja dalam jangka yang pendek. Saat ini pekerjaan menjadi semakin kompleks dan “self directing” – kolaborasi dan inovasi menjadi area fokus yang sangat penting sekarang ini – dilain fihak sistem penghargaan wortel yang berbasis “stick and carrot” cenderung mendorong sikap defensif dan membangkitkan kecemasan secara individual.
Para pemimpin harus memahami bahwa sistem penghargaan dan ancaman dapat mempersempit pola pengambilan keputusan karyawan, mereka harus mengalihkan fokus manajemen kinerja ke korteks pra-frontal, yang bertanggung jawab atas penetapan tujuan. Dengan melibatkan bagian otak yang lebih kreatif dan menentukan tujuan ini, para pemimpin dapat membantu membebaskan karyawan dari respons “emosional default” dengan cara yang konstruktif dan berkelanjutan, yang mendorong inovasi, keterlibatan, dan kolaborasi yang tumbuh di seluruh level pada organisasi.
Secara teknis otak manusia memiliki dua system yang terkait: basal ganglia atau otak impulsif – juga disebut sebagai “habit brain” – yang diaktifkan saat melaksanakan tugas yang bersifat rutin; dan amigdala atau “fear center(pusat ketakutan)”, yang diaktifkan dalam situasi baru atau tidak nyaman.
Manusia dilahirkan dengan basal ganglia dan amigdala yang berfungsi penuh. Dalam lingkungan yang aman di mana hal-hal dapat diprediksi, basal ganglia tetap terkendali dengan tenang, memberikan ruang untuk korteks pre-frontal menjadi aktif. Namun, dalam lingkungan yangnyata di mana inkonsistensi dan ancaman hadir, amigdala lebih sering terpicu dan mengarah kecemasan pada otak dan hal ini berakibat mengurangi dan mempersempit fungsi korteks pra-frontal.
Di banyak organisasi, gaya kepemimpinan tradisional berbasis rasa takut memiliki pengaruh besar pada budayaorganisasi, yang mengarah pada kinerja yang buruk dan inovasi yang rendah tentunya. Untuk menghindari hal ini, kita seharusnya berfokus pada penciptaan lingkungan kerja yang aman di mana orang bebas untuk berpikir kreatif, kolaboratif, dan dengan sedikit kecemasan.
Pendekatan konvensional dalam memberikan umpan balik pada aktivitas menajemen kinerja selama ini cenderung melibatkan penanganan masalah dan metrik tertentu secara sistematis, di mana karyawan cenderung merasa bahwa mereka dinilai secara kritis atas kinerja mereka. Hal ini mengakibatkan mengaktifkan respons melawan dan melarikan diri (fight and flight) pada otak, yang mengarah ke “pembajakan amigdala” ala Daniel Goleman yang justru mempromosikan sikap defensif dan merusak pertimbangan yang rasional dari manusia itu sendiri.
Bukti menunjukkan bahwa metode seperti itu tidak benar-benar menghasilkan peningkatan kinerja apa pun – melainkan, mereka menciptakan dinamika defensif di mana karyawan berusaha membela diri terhadap penilaian negatif ketimbang melakukan percakapan yang mendalam, reflektif, dan penuh makna yang mengarah pada pertumbuhan nyata, orang-orang dipersiapkan untuk “menghindari ancaman”. Mengingat korelasi negatif antara eksekutif atau otak berpikir dan amigdala, situasi umpan balik secara konvensional ini sama sekali tidak kondusif untuk pertumbuhan dan pembelajaran dan menimbulkan hal yang kontra produktif.
Merujuk pada Carol Dweck, Profesor Psikologi di Universitas Stanford, masalah utama dengan penilaian kinerja konvensional yang melibatkan angka dan peringkat adalah bahwa penilaian itu memelihara “Fixed mindset” sebagai lawan “Growth Mindset”. Pola pikir yang tetap (Fixed Mindset) menyiratkan bahwa kecerdasan dan bakat orang dibangun sejak lahir dan tetap statis. Orang-orang itu pintar atau tidak sudah dari sananya, dan tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Sebaliknya, pola pikir berkembang (Growth Mindset) menyiratkan bahwa orang dapat belajar dan berkembang sepanjang hidup mereka.
Sayangnya, pola pikir yang tetap lazim di banyak organisasi saat ini dan tercermin dalam pendekatan mereka terhadap proses umpan balik dan penilaian kinerja. Akibatnya, orang akan cenderung menghindari tantangan yang sulit, dan tujuan yang luas akan diartikan sebagai ancaman. Hal ini menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi, perilaku menghindari risiko, produktivitas rendah, dan kurangnya kolaborasi sebagai akibatnya.
Umpan balik adalah kata yang berat. Orang tidak menyukai umpan balik. Sebuah tinjauan dari semua penelitian umpan balik pada tahun 1996 menemukan bahwa dalam 38% kasus, umpan balik berkurang daripada meningkatkan kinerja maka jika menginginkan tim dan organisasi berkinerja tinggi, maka perlu menghilangkan efek destruktif dari percakapan umpan balik konvensional dan menggantinya dengan pendekatan mind-set yang berkembang. Para pemimpin perlu menyadari bahwa dengan konteks dan kondisi yang sesuai, keterampilan, kompetensi dan kemampuan karyawan dapat meningkat.
Tiga tahapan yang harus dilalui untuk dapat keluar dari masalah diatas, Pada awalnya organisasi harus mendidik para pemimpin perusahaan Anda tentang bagaimana otak mereka memengaruhi penilaian dan bias-bias apa yang dapat timbul atas penilaian kinerja yang dilakukan. Tahap selanjutnya, para pemimpin perlu memahami bagaimana percakapan umpan balik yang mereka lakukan dapat mengarah pada tanggapan yang beresiko terjadinya fight and flight. Pada tahapan terakhir, pemimpin dapat dipandu untuk memberikan umpan balik dengan pola pikir berkembang (Growth Mindset) – misalnya dengan melihat potensi orang, bukan hanya kualitas peringkat kinerja mereka saat ini – yang mengarah pada keterlibatan karyawan dan peningkatan kinerja yang langgeng. Penggunaan bahasa yang berbeda dalam pertemuan kinerja yang menghentikan respons ancaman dalam artian dapat menggunakan frasa seperti, ‘Yang saya hargai dari Anda adalah’ dan ‘Saya rasa Anda bisa menjadi lebih efektif jika…’. Ini menyiratkan bahwa orang tersebut sudah efektif dan berbicara tentang perilaku masa depan bukan masa lalu. Ini juga menyiratkan bahwa orang tersebut memiliki pilihan tentang apa yang mereka lakukan. Tentunya Organisasi ingin mendapatkan yang terbaik dari karyawannya. Keputusan logisnya adalah menggunakan beberapa temuan dari Neurosains untuk mencoba memahami sisi lain dari karyawan
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS