Peran Kunci Direktorat Human Capital dalam menentukan keberhasilan implementasi program Business Continuity Plan: tren akumulasi peningkatan masalah perilaku akibat Pandemi Covid19
Niken Ardiyanti, MPsi, Psikolog
Kepala Kajian Human Capital Lembaga Management FEB UI
Mengutip artikel yang ditulis dari Majalah Femina 13 April 2020 mengenai “Ancaman Lain COVID-19, Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, seperti disampaikan oleh Situ Zuma – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi perempuan Indonesia untuk keadilan (LBH Apik) Jakarta mencatat 59 kasus kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, pelecehan seksual, dan online pornografi sejak 16 Maret hingga 30 Maret. Dari 59 kasus itu, 17 adalah melibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data ini adalah angka tertinggi KDRT yang pernah mereka terima dalam periode dua minggu, dan diketahui adanya peningkatan jumlah. Kebijakan kerja dari rumah dan #DiRumahAja demi menghentikan penyebaran COVID-19 masih berlanjut di berbagai negara. Di Indonesia, selain DKI Jakarta, kebijakan Social Distancing sudah sejak pertengahan bulan Maret 2020 dan diikuti dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak awal April 2020, yang selanjutnya diikuti di beberapa kota di Jawa Barat, seperti: Bogor, Bekasi, dan Depok. Bagi sebagian wanita dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kebijakan berada di rumah saja selain sebuah ancaman lain yang tak kalah menyesakkan, dan dapat juga mengakibatkan hingga kematian resiko yang tidak kalah beratnya dengan ketika terinfeksi COVID-19.
Tren jumlah akumulasi peningkatan masalah perilaku KDRT akibat Pandemi COVID-19 yang terjadi sebenarnya dapat dioptimalkan Manajemen perusahaan sebagai langkah pencegahan dalam program mengatasi bencana / situasi kedaruratan, yaitu: Business Continuity Plan (BCP). Protokol BCP hanya akan digunakan apabila perusahaan berada dalam situasi mengalami krisis, misalnya krisis diakibatkan adanya bencana alam, krisis moneter, dan termasuk diantaranya adalah kondisi krisis kesehatan seperti saat ini disebabkan oleh Pandemi global COVID-19. Dalam merumuskan format rencana strategis BCP, Manajemen perusahaan didukung sepenuhnya oleh Direktorat Pengembangan Organisasi dan Direktorat SDM sebagai pengendali fungsi pengelolaan Manajemen SDM di perusahaan, kolaborasi dengan seluruh Direkorat Operasional serta mendayagunakan berbagai macam tools untuk melakukan perencanaan bisnis berkelanjutan (BCP) secara simultan, misalnya dengan menggunakan metode Ishikawa’s fishbone, VUCA, atau Business Canvas Model. Pada dasarnya kegiatan BCP adalah mengidentifikasikan permasalahan apa saja yang menjadi karakteristik di iklim perusahaan sesuai dengan nature bidang operasionalnya dan membuat kebijakan cepat dalam menghadapi kemungkinan munculnya permasalahan tersebut. Kemudian berperan sebagai bagian dari Tim Ad Hoc yang memberikan dukungan kepada seluruh komponen karyawan di perusahaan untuk dapat bertahan dalam mengatasi krisis. Filosofi dibuatnya BCP di perusahaan adalah untuk memperkecil risiko dampak akibat krisis yang bersifat mengganggu operasional perusahaan, termasuk diantaranya minimalisasi risiko kerugian keuangan dan image perusahaan. Namun disisi lainnya, BCP berperan sangat penting dalam hal meningkatkan kemampuan organisasi untuk dapat segera pulih sesegera mungkin bangkit dari suatu peristiwa krisis yang mengganggu. BCP juga membantu memperkecil biaya – biaya baik yang finansial maupun yang non – finansial, yang mungkin ditimbulkan yang berhubungan dengan peristiwa yang mengganggu tersebut.
Business Continuity Plan (BCP) adalah strategi atau proses penyusunan sistem preventif dan kuratif dalam rangka mengurangi atau mencegah dampak terjadinya krisis terhadap aktivitas bisnis yang normal (Business As Usual). Rencana strategis BCP menekankan pada empat proses kegiatan, yaitu: Analisis Dampak (Impact Analysis), Strategi Penanganan (Recovery Strategy), Rencana Pengembangan (Plan Development) dan Uji Coba (Testing) & Pemeliharaan (Maintenance). Keempat proses kegiatan tersebut dikoordinasikan melalui empat faktor, diantaranya: faktor Sumber Daya Manusia, Proses, Lokasi dan Teknologi. Sumber Daya Manusia, dalam hal ini adalah karyawan, dalam kasus COVID-19, bagaimana melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan dan bagaimana tata kelola dan distribusi kerja karyawan. Perusahaan juga perlu memikirkan kesejahteraan karyawan seperti gaji dan juga insentif kesehatan selama masa pandemi terjadi. Tren peningkatan KDRT dapat diantisipasi Manajemen perusahaan khususnya dari aspek melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan. Hal ini termasuk diantaranya kesehatan fisik dan psikologis, baik karyawan secara langsung maupun keluarga karyawan. Saat mengalami krisis, sudah pasti proses bisnis perusahaan akan berubah, misalnya dalam kasus pandemi COVID-19 dengan adanya kebijakan physical distancing maka tidak hanya proses produksi yang menyesuaikan, juga dengan perilaku karyawan dan konsumen pun ikut menjadi berubah. Bisnis proses tidak lagi sama seperti sebelum terjadi pandemi COVID-19. Akan halnya yang dimaksud dengan Lokasi, meliputi: tempat kerja semasa krisis, apakah dimungkinkan penerapan #WorkFromHome, atau diberlakukan secara bergantian sesuai shift berdasarkan lokasi suplai, lokasi penyimpanan data dan juga lokasi sasaran pasar, dan Teknologi, meliputi proses komunikasi yang mengandalkan akses teknologi aplikasi misalnya dengan menggunakan Whatsapp Grup atau Telegram.
Dalam menentukan proses perumusan BCP senantiasa mempertimbangkan keempat faktor yang dapat mempengaruhi sukses/gagalnya BCP sebab keempat faktor tersebut akan menentukan seberapa cepat perusahaan / organisasi mampu mengatasi operasional kegiatan di tengah situasi krisis yang sedang terjadi. Mengetahui Apa yang harus dikendalikan, Dimana layer jabatan struktural/Fungsional yang menjadi prioritas analisis, Siapa yang akan berperan sebagai figur Agen Perubahan yang memandu proses BCP sebagai Tim Ad Hoc selama masa krisis berlangsung, Kapan / seberapa lama proses krisis akan terjadi khususnya di perusahaan, dan Bagaimana strategi perencanaan dan operasional mengatasinya, agar bisnis dapat terus dijalankan dan prosesi pemulihan berlangsung dengan lancar. Peran kunci Direktorat SDM dalam hal ini menjadi pusat informasi Manajemen di perusahaan, khususnya dalam hal akses informasi karyawan (employee database) semua pegawai yang ada dan dapat diakses dengan mudah. Data ini termasuk diantaranya data alamat, nomor kontak yang dapat dihubungi, data keluarga, data riwayat kesehatan karyawan, data gaji dan data benefit dari setiap karyawan. Hal yang menjadi perhatian adalah nomor kontak yang didata tidak terbatas kepada nomor handphone tetapi juga nomor telepon rumah atau lainnya. Melalui akses komunikasi grup saat ini dipermudah dengan aplikasi Whatsapp atau Telegram. Perusahaan dapat memfasilitasi call tree – suatu rangkaian bercabang dimana satu orang bertugas menghubungi 2 orang, 2 orang menghubungi 4 orang dan seterusnya. Dapat juga dengan merangkai atasan menghubungi satu layer di bawahnya secara berjenjang dan seterusnya. Hal ini sangat berguna untuk menyampaikan pesan berantai terutama di saat emergency. Selain itu data ini perlu diupdate secara berkala dan dilakukan uji coba pada waktu yang telah ditentukan, sehingga dapat dievaluasi berapa waktu yang dibutuhkan untuk menghubungi semua pegawai untuk menyampaikan sebuah berita. Rangkaian call tree ini dapat diaktifkan di saat situasi darurat, termasuk ketika terdapat indikasi adanya kemungkinan kecenderungan terjadinya tren peningkatan kemunculan permasalahan dalam perilaku – perilaku karyawan saat sedang bersama dengan keluarganya ketika sedang #WorkFromHome / #DiRumahAja dan atau ketika tetap harus bekerja di kantor khususnya untuk beberapa daftar pekerjaan kritis yang tetap harus hadir walaupun dalam kondisi darurat sekalipun. Perusahaan mempersiapkan skema apabila karyawan membutuhkan bantuan medis saat situasi emergency yang terjadi, termasuk diantaranya Konseling Psikologis untuk karyawan selama menghadapi Pandemi COVID-19 ini. Antisipasi terhadap situasi darurat yang mungkin ditimbulkan memiliki dua karakteristik, yaitu: fisik – fisiologis karena terpapar virus COVID-19 dan fisik – psikologis karena sebagai akibat permasalahan perilaku lainnya, termasuk diantaranya KDRT, yang berdampak pada keselamatan jiwa karyawan.
Kesuksesan melakukan update terhadap program BCP oleh Manajemen perusahaan dalam hal ini Tim Ad Hoc merupakan langkah antisipatif yang mana kemudian akan menentukan daya adaptasi perusahaan ketika menghadapi krisis, makin adaptif program BCP yang selalu disesuaikan dengan tren kejadian krisis yang terjadi, maka makin cepat kemampuan seluruh komponen perusahaan bangkit menyesuaikan diri dari situasi krisis. Hal-hal antisipasi ini apabila sudah dimitigasi dan dilakukan simulasi uji coba dengan cukup baik di tahap perumusan program BCP dan terus – menerus dilakukan update, maka diperkirakan Manajemen perusahaan dapat ikut serta memberikan kontribusi melakukan langkah – langkah pencegahan (preventif) terhadap tren kejadian kemunculan perilaku bermasalah. Perusahaan dengan sistem manajemen SDM yang baik akan terefleksikan pada tingkat produktivitas kinerja perusahaannya. Pengelolaan SDM yang mengakomodir kebijaksanaan nilai – nilai keluhuran lokal (local wisdom) akan memberikan nilai tambah perusahaan di hati seluruh karyawannya, selain semata – mata hanya dilihat dari aspek untung – rugi semata (financial return), yang pada akhirnya akan memampukan perusahaan untuk bertahan dan segera bangkit mengatasi kondisi krisis setelahnya.
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS