Urgensi Pemeriksaaan Status Kesehatan Mental Para Calon dan atau Karyawan yang Sudah Bekerja

Heru Wiryanto
Senior Technical Advisor at BDO, HR Growth Hacker, People-Data Scientist
Senior Technical Advisor at BDO, HR Growth Hacker, People-Data Scientist
Mengutip apa yang dikemukakan oleh Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, drg. Kartini Rustandi, M.Kes, dalam temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Selasa 11 Desember 2018 bahwasanya “1 dari 3 pekerja alami gangguan mental. Tapi, perlu dipahami, gangguan mental di sini bukan berarti gila melainkan stres dan depresi akibat tekanan di tempat kerja.”
Dari banyak kasus, stres yang dialami tersebut disebabkan tekanan terhadap target kerja yang harus dicapai. Bahkan, tak sedikit stres yang dialami membuat penyakit secara fisik timbul atau bisa bermanifestasi dalam bentuk psikosomatik.
Dunia kerja yang sekarang berubah seiring perkembangan jaman menuntut ritme cepat. Individu yang terlibat di dalamnya dituntut bertumbuh dan berkembang secara eksponensial. Atas nama inovasi, kreativitas dipacu sedemikian rupa. Eksplorasi terhadap ide atau fitur baru menjadi keharusan demi menjaga loyalitas pengguna yang serba dinamis. Di sela-sela kreativitas dan inovasi yang berpacu, ada sisi lain yang menjadi perhatian, termasuk kelelahan mental. Tidak hanya burnout karena pekerjaan berlebih, tetapi juga gangguan kesehatan mental lain karena tuntutan pekerjaan yang serba cepat.
Menurut studi yang dilakukan Michael A. Freeman, M.D dan tim mengenai hubungan antara kewirausahaan dan kesehatan mental, disebutkan bahwa jika para pekerja lapangan (seperti buruh) sangat rentan terhadap kelelahan fisik, para pekerja kreatif dan pebisnis dihadapkan pada kelelahan mental. Dari penelitian tersebut ditemukan 72% pebisnis, baik secara langsung atau tidak langsung terpengaruh gangguan kesehatan mental.
Bentuk-bentuk umum gangguan mental yang sering terdiagnosa dalam keseharian adalah : ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), sebuah kondisi menyebabkan seseorang sulit memusatkan perhatian dan memiliki perilaku implusif dan hiperaktif. Selanjutnya ada yang dikenal sebagai anxiety atau kecemasan, pada dasarnya stress anxiety tidak selalu pertanda buruk. Dalam jangka pendek, kondisi tersebut dapat menjadi simbol sesorang termotivasi terhadap sebuah hal dan membuatnya menjadi orang dengan persiapan matang. Namun, jika kecemasan berlanjut dari waktu ke waktu dan mengganggu aktivitas sehari-hari, mungkin sudah saatnya untuk mencari bantuan profesional karena jenis dan penyebab kecemasan berlebih adalah beragam. Ada juga yang dikenal sebagai depresi, jenis gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan sedih yang intens, termasuk juga perasaan tak berdaya, putus asa, dan sejenisnya. Gangguan yang juga dikenal dengan nama depressive disorder ini juga memiliki banyak jenis dan beragam penyebabnya, salah satunya adalah fase hidup yang sulit dan trauma. Yang terakhir gangguan psikosomatis digunakan untuk menyatakan keluhan fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh faktor psikis atau mental, seperti stres dan rasa cemas. psikosomatis atau penyakit “fungsional” merupakan kondisi yang menyebabkan rasa sakit dan masalah pada fungsi tubuh, walaupun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang seperti Rontgen atau tes darah.
Yang menarik, pernahkah ada perusahaan yang melakukan screening atas kesehatan mental karyawaanya, general check-up yang saat ini dilakukan hanya memiliki keterbatasan pemeriksaan fisik saja, termasuk pemeriksaaan kesehatan calon atau kandidat. Tidak jarang ditemukan kasus-kasus setelah diterima kerja, baru muncul gejala bahkan sudah muncul gangguan kesehatan mental yang telah dijelaskan diatas yang tentunya menganggu produktivitas kerjanya.
Kesimpulannya adalah general check-up yang kekinian tidak hanya cukup kondisi kesehatan dengan memeriksa melalui darah lengkap dan foto rontgent yang hanya menggambarkan kondisi fisik saja, namun harus dipertimbangkan aspek kondisi kesehatan mental dan psikososialnya, karena resiko ini akan berakibat fatal dikemudian hari, alih-alih karyawan menjadi asset bagi perusahaan yang menghasilkan revenue dan profit yang tinggi justru sebaliknya menjadi “liability” atau beban pada perusahaan karena kehilangan jam kerja dan “loss opportunity” yang berpengaruh terhadap produktivitas.
Foto : employee-performance.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS