Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan Lewat Literasi Finansial Digital
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik RI menyebutkan bahwa setidaknya 129 juta pekerja di Indonesia memiliki problem di bidang finansial. Sebagian besar permasalahan tersebut diakibatkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas dari pekerja itu sendiri.
Akibatnya banyak diantara mereka meminjam uang dari lembaga tidak resmi, dan sering membuat pekerja terjebak dalam pinjaman dengan tingkat bunga tinggi yang sangat merugikan mereka.
Menurut Martyna Malinowska, Co-Founder GajiGesa dalam pertemuannya dengan media pada Rabu (28/7) di Jakarta menyebutkan dari riset yang dilakukan oleh GajiGesa juga mengungkapkan bahwa 60% karyawan di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, lebih memilih untuk mengajukan pinjaman kepada lembaga keuangan informil atau yang lebih dikenal sebagai rentenir. Terutamanya pegawai yang memiliki pendapatan di bawah 10juta , dimana mereka juga lebih rentan untuk terjebak dalam pinjaman dengan bunga tinggi.
“Bunga pinjaman di sektor informal di Indonesia sangat tinggi dan dapat mencapai hingga 28% perbulan dan lebih dari 300% per tahunnya, dan dapat mencapai lebih di beberapa daerah di Indonesia,” jelasnya.
Untuk itu kemudian GajiGesa sebagaimana dijelaskan oleh Vidit Agrawal, Co-Founder GajiGesa adalah dengan memberikan solusi permasalahan yang sering dihadapi oleh pekerja Indonesia. Termasuk diantaranya dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dan digitalisasi dalam sistem payroll yang dilaukan oleh perusahaan, terutama di sektor informal. Diharapkan dengan mengadopsi sistem teknologi digital juga akan mampu meningkatkan kemampuan literasi finansial digital mereka, sehingga mampu melakukan manajemen keuangan yang lebih baik ketika pekerja tersebut melakukan pengelolaan pendapatan mereka.
Salah satu solusi ditawarkan oleh GajiGesa, startup fintech yang didirikan pada tahun 2020 oleh Vidit Agrawal dan Martyna Malinowska adalah dengan menyediakan akses ke Flexible Earned Wage Access (FEWA) dimana pekerja dapat menerima pembayaran pro-rata lebih awal dari perusahaan. Dimana EWA sendiri bukan merupakan dana talangan oleh perusahaan, namun merupakan merupakan pembayaran kepada karyawan berdasarkan hasil jam kerja dan merupakan hak karyawan atas kerja kerasnya. Kelebihan utama bagi karyawan adalah fleksibilitas yang ditawarkan dan dapat diakses kapan saja di mana saja dan secara real-time.
StartUp GajiGesa yang dirintis pada akhir 2020 oleh Martyna Malinowska (sebelumnya Product Lead Bank Standart Chartered dan Product Director LenddoEFL) dan Vidit Agrawal (sebelumnya Head of Business Development APAC Strap, COO CARRO, dan karyawan pertama Uber di Asia).
Dalam wawancara bersama DailySocial, Agrawal menerangkan ide awal pertama kali dikemukakan oleh Martyna, saat di LenddoEFL ia harus bekerja ekstensif dengan karyawan kerah biru yang kebanyakan adalah unbanked sejak 2016. Martyna melihat langsung bahwa tantangan yang dihadapi pekerja pabrik untuk mendapat akses finansial sangat terbatas, terutama saat mendapatkan tambahan modal. Apabila mendapatkannya mereka lebih memilih untuk mengambil tenor pendek karena ada masalah likuiditas. Namun hal ini bertentangan dengan prinsip pinjaman di lembaga keuangan pada umumnya, mereka diharuskan untuk mengambil dalam jangka panjang dengan nominal pinjaman lebih tinggi atau jangka pendek dengan suku bunga yang tinggi.
Pada saat yang sama, saat Agrawal bekerja di Asia Tenggara untuk Uber. Rata-rata penghasilan para pengemudi adalah $250 per bulan, tidak termasuk Singapura. Isu utama yang mereka hadapi juga mengenai pelecehan oleh pemberi pinjaman.
“Melihat banyak masalah tantangan bagi pekerja kerah biru untuk menyelesaikan akses modal jangka pendek yang adil dan andal menjadi inspirasi bagi GajiGesa,” terang Agrawal.
Dalam wawancara bersama DailySocial, Agrawal menerangkan ide awal pertama kali dikemukakan oleh Martyna, saat di LenddoEFL ia harus bekerja ekstensif dengan karyawan kerah biru yang kebanyakan adalah unbanked sejak 2016. Martyna melihat langsung bahwa tantangan yang dihadapi pekerja pabrik untuk mendapat akses finansial sangat terbatas, terutama saat mendapatkan tambahan modal.
Bila dapat pun, mereka memilih untuk mengambil tenor pendek karena ada masalah likuiditas. Namun hal ini bertentangan dengan prinsip pinjaman di lembaga keuangan pada umumnya, mereka diharuskan untuk mengambil dalam jangka panjang dengan nominal pinjaman lebih tinggi atau jangka pendek dengan suku bunga yang tinggi.
Pada saat yang sama, saat Agrawal bekerja di Asia Tenggara untuk Uber. Rata-rata penghasilan para pengemudi adalah $250 per bulan, tidak termasuk Singapura. Isu utama yang mereka hadapi juga mengenai pelecehan oleh pemberi pinjaman.
“Melihat banyak masalah tantangan bagi pekerja kerah biru untuk menyelesaikan akses modal jangka pendek yang adil dan andal menjadi inspirasi bagi GajiGesa,” terang Agrawal.