Manajemen Kinerja Berbasis Neurosains
Heru Wiryanto
Senior Technical Advisor at BDO, People-Data Scientist, HR Growth Hacker
Kali ini kita belajar dari Thomson Reuters yang menerapkan neurosains dalam manajemen kinerja. Beliau menjelaskan adanya masalah umum yang dihadapi dalam menerapkan manajemen kinerja yang tradisional, apapun bentuknya mau 360 derajat, BSC, dan lain sebagainya. Menurutnya menjadi premis umum bahwa : “ Ada hubungan antara manajemen kinerja dan kompensasi. Hanya sebagian kecil orang mendapatkan bagian yang besar atas pencapaiannya apalagi kalo pake kurva normal hanya bagian kecil di yang paling kanan saja. Sebenarnya semua anggota tim ingin mendapatkan hasil yang optimal, Meski harus disadari bahwa sesuatu yang mendorong kinerja individu: Saya ingin bagian saya yang terbaik. Berbisnis tak ubahnya seperti bermain sepak bola, rugby, dayung, nmereka adalah olahraga yang mengandalkan kerja samatim. Ini tentang tim yang berhasil, bukan hanya individu semata. Yang penting, untuk dicatat bahwa “social performance” tidak kalah pentingnya dengan kinerja secara individual.
Jan Hills, partner di Head Heart + Brain, sebuah organisasi yang berupaya menerapkan pembelajaran neurosains pada kepemimpinan, menunjukkan bahwa hubungan/koneksi sosial lebih bermanfaat bagi otak kita daripada uang. Jadi menjalin hubungan dengan orang-orang di tempat kerja akan membuat kita lebih bahagia daripada uang tunai (asalkan sudah dibayar dengan cukup untuk kontribusi yang sudah dihasilkan, tentunya). Menurut Hills: Kami telah menghabiskan banyak waktu untuk melihat mekanisme dalam memberi penghargaan kepada orang lain. Kita tahu di otak manusia terdapat kemampuan untuk mengajar orang lain, belajar dari orang lain, dan terhubung satu sama lain itu adalah sesuatu yang sangat penting. Apa yang mulai kami lihat adalah organisasi mencoba meningkatkan penghargaan sosial untuk menyeimbangkan beberapa bias terhadap penghargaan yang sifatnya berhubungan dengan nilai ekonomis atau uang.
Jadi, pendekatan manajemen kinerja adalah tidak hanya memeriksa dan menghargai apa yang telah dilakukan individu untuk mencapai tujuan mereka, tetapi juga apa yang telah mereka lakukan untuk membantu orang lain mencapai tujuan mereka. Ini memberi penghargaan kepada orang-orang yang memperbaiki sesuatu untuk orang lain, serta ‘pelaku’. 90% karyawannya senang dengan pendekatan yang berbeda ini. Neurosains meluncurkan sinyalemen penting pada aspek kunci yang lain dari manajemen kinerja dalam memberikan penilaian terhadap seseorang.
Penelitian telah menunjukkan, menurut Hills, bahwa bahkan orang-orang yang mendapat skor tinggi dalam manajemen kinerja tidak suka diberi peringkat. : Apa yang tampaknya terjadi di otak ketika diberitahukan tentang peringkat maka sebhagaian besar dari kita pergi ke mode untuk lari menghindar atau ketakutan, kita merasa terancam. Hal diatas akan terjadi, terutama ketika seseorang diberi peringkat yang berbeda dari yang mereka harapkan. Dari perspektif neurologis, ketika manajer memberi tahu mereka tentang hasil peringkat tersebut, mereka merasa terancam dan sebagian otak mereka melemah. Meskipun manajer mungkin melanjutkan untuk menyarankan langkah-langkah positif untuk meningkatkan kinerja mereka, mereka akan tidak mendengarkan, bahkan mereka sebenanrya hanya ingin keluar dari situasi tersebut secepat mungkin. (Bersambung).
Foto : smartpresence.id